Indonesia
kaya akan keanekaragaman hayati termasuk spesies tanaman yang dapat
digunakan sebagai obat/tanaman obat; salah satunya adalah tanaman pulai (Alstonia scholaris [L.] R. Br.)
yang dikenal dengan nama umum kayu gabus. Pulai yang termasuk suku
kamboja-kambojaan, tersebar di seluruh Nusantara. Di Jawa pulai tumbuh
di hutan jati, hutan campuran dan hutan kecil di pedesaan, ditemukan
dari dataran rendah sampai 900 m dpl. Pulai kadang ditanam di pekarangan
dekat pagar atau ditanam sebagai pohon hias. Tanaman pulai ini banyak
dikembangkan oleh Badan Litbang Kehutanan.
Pemanfaatan tanaman ini beranekaragam, baik sebagai bahan untuk pembuatan furniture
maupun untuk obat-obatan. Beberapa penyakit yang dapat diobati dengan
menggunakan tanaman pulai adalah: demam, malaria, limpa membesar, batuk
berdahak, diare, disentri, kurang nafsu makan, perut kembung, sakit
perut, kolik, anemia, kencing manis (diabetes melitus), wasir, gangguan
haid, bisul, tekanan darah tinggi (Hipertensi), rematik akut, borok
(ulcer), beri-beri, masa nifas, dan payudara bengkak karena ASI.
Beberapa
kalangan menyebutkan bahwa tanaman pulai juga dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan penyakit scabies pada ternak kambing. Salah satu faktor yang
penting dalam peningkatan produksi ternak terutama ternak kambing adalah
penyediaan tanaman pakan ternak yang berkualitas secara kontinu serta
berkelanjutan. Salah satu cara penyediaan tanaman pulai secara kontinu
adalah melalui budidaya tanaman tersebut. Budidaya tanaman pulai dapat
dilakukan baik secara generatif maupun vegetatif. Penyediaan bibit
berkualitas secara generatif masih terhambat karena belum adanya sumber
benih yang sudah diuji. Oleh karena itu bibit dapat diperoleh dari
pohon induk. Teknik ini sangat penting karena akan mempertahankan
genotif jenis-jenis pohon yang melakukan penyerbukan silang dan berdaur
panjang. Teknik pembiakan vegetatif pulai dapat dilakukan dengan cara
stek cabang dan stek pucuk, Tingkat keberhasilan stek pucuk dapat
mencapai 89%.
Di Indonesia pulai (Alstonia scholaris)
biasanya berbunga dan berbuah antara bulan Mei sampai Agustus. Pulai
berbiji sangat banyak rata-rata tiap kilogram biji kering berisi 500.000
butir.
Produksi segar tanaman Pulai (Alstonia scholaris)
per panen yang diperoleh pada intensitas pemotongan 120 cm dan interval
panen 90 hari dengan jarak tanam 2 meter x 3 meter, yakni sebanyak 4,83
kg/phn/panen, atau menghasilkan sebanyak 32,34 ton/ha/tahun. Proporsi
daun dibandingkan dengan batang pada tanaman pulai relatif bagus yakni
0,42. Proporsi daun ini penting diketahui, sebab umumnya bagian tanaman
yang dikonsumsi ternak dan lebih palatabel (disukai) adalah daun.
Disamping itu kandungan nutrien daun lebih baik dibanding batang. Daun
merupakan bagian tanaman tempat berlangsungnya proses fotosintesis
maupun sintesa protein.
Kualitas hijauan pakan ternak tanaman
pulai ditunjukan dengan kandungan nutrisi yang terdapat dalam hijauan
tersebut yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kandungan protein kasar,
serat deterjen netral dan serat deterjen asam tanaman pulai
berturut-turut sebesar 18%, 25%, dan 17%. Kandungan bahan organik
tanaman pulai dalam penelitian ini berkisar antara 91-92% setara dengan
kandungan bahan organik pada G.sepium 87-91% dan S. sesban 89-90% yang dipotong pada umur 6 minggu. Terlihat dari kualitas yang dimiliki, tanaman pulai (Alstonia scholaris)
sangat berpotensi sebagai sumber pakan ternak, serta merupakan
alternatif sumber protein murah untuk peningkatan produktivitas ternak
ruminansia.
Kandungan tanin pada tanaman pulai mencapai 0,67%, tanin terkondensasi (condensed tanin)
0,009% dan saponin 1,92%. Komponen sekunder pada tanaman pulai relatif
rendah, sehingga diharapkan ternak yang mengkonsumsi tanaman ini tidak
akan mengalami ganggguan dalam pertumbuhannya.
Puslitbangnak
0 komentar:
Posting Komentar